
JAKARTA, SIJORIPOST.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiatuti mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Ranjungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Sejak aturan tersebut berlaku, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangani 53 kasus sepanjang 2016.
“Tahun lalu, benih lobster yang diselesaikan ada 53 kasus, nilainya Rp 250 miliar. Dan itu tempatnya itu lagi, itu lagi,” kata Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengawasan Mutu (BKIPM) Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rina di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (27/2/2017).
Rina mengatakan, Benih lobster diambil dari Lombok, Mataram dan Jawa Timur. Benih-benih lobster ini dibeli dari nelayan seharga US$ 2 per ekornya. Kemudian dibawa ke luar negeri, dan dijual dengan harga yang lebih mahal lagi.
Benih-benih lobster itu dijual ke Vietnam dan Singapura.
“Singapura dan Vietnam. Sekarang baru di negara itu saja dulu,” ucapnya.
Kejahatan ini telah berlangsung cukup lama. Namun sejak Susi menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, benih lobster, kepiting dan rajungan tak boleh lagi dibawa keluar, karena menghilangkan nilai tambah dari sumber daya tersebut.
“Bayangkan, 1 benih harganya mungkin cuma US$ 2. Sekali bawa puluhan ribu dalam 1 koper yang dibawa ke Vietnam, sehingga Vietnam menjadi negara terbesar penghasil lobster. Setelah dibesarkan di sana, nelayannya enak sekali. 1 kg sama dengan US$ 100. Itu baru satu ekor, dikali saja puluhan ribu,” tambah Wakil Kepala Bareskrim, Irjen Antam Novambar dalam kesempatan yang sama.
Ke depan, polisi dan KKP akan lebih gencar sosialisasi ke masyarakat, agar dapat menyampaikan informasi kepada pihak terkait apabila ditemukannya aktivitas penjualan benih lobster yang akan dibawa ke negara lain.
“Ini andil informasi dari masyarakat. Bukan dari Polri atau KKP. Masyarakat harus masif memerangi hal ini, menyelundupkan benih. Kalau masyarakat mengetahui kejadian ini, tolong sampaikan ke pihak manapun. Karena kerugian yang luar biasa akan terjadi ke RI kalau hal ini terus berlangsung,” pungkas Antam.