
DURI, SIJORIPOST.COM – Dalam beberapa tahun belakangan, terutama sejak pola integrasi sawit-peternakan sapi diterapkan, masyarakat pekebun sawit di Desa Bathin Sobanga, Kecamatan Mandau sudah mengatakan good bye kepada pupuk kimia.
“Pola integrasi sawit-sapi kami terapkan sejak 2011. Sejak saat itu, kami tak lagi mengandalkan pupuk kimia. Kotoran sapi kami olah jadi pupuk organik melalui proses fermentasi. Hasilnya, produksi sawit kami normal. Tidak melebihi dan tidak pula kurang dibanding memakai pupuk kimia,” kata Sarju, petanik dan peternak kreatif dari Desa Bathin Sobanga, Jumat (21/4) lalu.
Dengan memakai pupuk organik dari kotoran sapi, katanya, panen sawit per hektare mencapai 1 ton. Malah menurutnya, produksi sawit yang diberi pupuk kimia ada yang di bawah 1 ton per hektare.
“Keunggulan pupuk organik antara lain menyehatkan tanah, biaya sangat rendah, dan daun sawit hijau mengkilat. Kalau pakai pupuk kimia, kadang daun sawit bisa juga layu,” tambahnya.
Menurut Sarju, sudah saatnya semua pekebun sawit di negeri ini beralih ke pupuk organik dari kotoran sapi. Soalnya, biaya pupuk organik per tahun hanya mencapai ratusan ribu rupiah saja. Sementara pakai pupuk kimia akan menelan dana antara Rp3 juta sampai Rp4 juta.
Ditambahkannya, bahan baku untuk pupuk organik yang mereka olah tidaklah dibeli. Kotoran sapi tersedia melimpah. Biakan bakteri EM4 dibikin sendiri dari nenas dan air kelapa yang tidak dibeli. Sedikit banyak, warga setempat juga memproduksi gula merah. Bahan yang beli hanya ragi saja.