
PEKANBARU, SIJORIPOST.COM – Sebanyak 56 Izin Usaha Pertambangan di Provinsi Riau dicabut karena memang habis masa berlakunya dan dikembali lagi izinnya ke pemerintah.
“Secara nasional, termasuk di Provinsi Riau sudah dilakukan penetapan IUP yang dimulai sejak 2009 hingga akhir 2016,” kata Candra Widya Sastrawijaya, Kasi Pengusahaan Mineral, Logam dan Batubara Dinas ESDM Riau dalam diskusi bertema “Minim realisasi Renaksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)” di salah satu hotel berbintang, Senin (27/2/17).
Ditambahkannya, pihaknya belum menemukan adanya izin perusahaan pertambangan yang dicabut karena masuk dalam kawasan hutan. Candra berharap jika Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menemukan adanya informasi perusahaan pertambangan di kawasan hutan, mohon diinformasikan kepada pihaknya. Supaya bisa ditindaklanjuti.
“Sejauh ini Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau tidak pernah memberikan izin tambang di dalam kawasan hutan,” pungkasnya.
Di sesi pemaparan sebelumnya, Tim Investigasi Jikalahari Arpiyan Sagita mengatakan, pihaknya merekomendasikan kepada Dinas ESDM Provinsi Riau harus melakukan Revisi Perizinan Tambang yang sudah melakukan perusakan lingkungan dan berada dalam kawasan hutan.
Sementara Deviisi Kampanye ICW, Siti Juliantari menambahkan, pada sektor pertambangan, penyediaan data yang diperlukan untuk alat verifikasi implementasi GNPSDA lebih mudah didapatkan, dibandingkan sektor HTI maupun perkebunan.
Menurut data Ditjen Pajak tahun 2015, terdapat 41 perusahaan di Riau yang tidak memiliki NPWP dan 71 pemegang IPU yang kurang membayar iuran tetap maupun iuran royalti. Tak tanggung tanggung totalnya mencapai Rp17,1 miliar dan royalti Rp3,6 miliar.
“Sampai saat ini tidak belum ada tindakan nyata dari pemeirntah untuk menangani kasus ini. KPK diminta segera menindak 71 pemegang IUP yang kruang membayar iuran tetap maupun iuran royalti bersangkutan,” ucapnya.